1000 PUISI UNTUK LANGIT

Kategori: Puisi,Sastra | Dilihat: 0 Kali
Harga: -
Tambah ke Wishlist

Pemesanan Juga dapat melalui :

Whatsapp SMS Telp
Kode Produk:

Stok: 1

Berat: 1 Kg

Sejak: 26-10-2022

Detail Produk

1000 PUISI UNTUK LANGIT

Buku Puisi Budi Ismanto S.A (Alm)

Copyright © Boedi Ismanto S.A

Cetakan Pertama, Juni 2013

ISBN:  978-602-8966-48-1

TIM PENYUNTING: Adri Darmadji Woko Endang Werdiningsih Kurniawan Junaedhie

MENGANTARKAN 1000 PUISI BOEDI

Emha Ainun Nadjib

Engkau Menjelma Boedi Boedi Menjelma Puisi Puisi Menjelma Engkau

Boedi Ismanto itu penyair, di dunia maupun di akhirat, di bumi maupun di bulatan planet manapun ia ditugasi oleh Tuhan. Salah satu tanda kepenyairannya adalah Boedi lebih hidup sesudah resmi diupacarakan sebagai orang mati.

                Boedi sendiri tidak membedakan kehidupan dari kematian. Hidup dan mati dikais-kais, ditelusuri, diteliti dan dirumus-rumuskan oleh para pembelajar, sedangkan Boedi sudah sarjana kehidupan sejak sebelum (Tuhan memenuhi janji untuk menentukannya) dilahirkan. Justru karena ia sejak semua sudah hidup dan menyelenggarakan komitmen perjanjian dengan Tuhan, maka ia dilahirkan, dikasih jatah tugas di bumi beberapa saat.

                Sekarang Boedi sedang menulis dan membaca puisi entah di sebelah mana di tengah taburan debu-debu jagat raya.

*

Boedi Ismanto itu penyair, dari hulu ke hulu, melalui hilir demi hilir entah berapa kali dan berapa lama.

                Kekhusyukan puisi Boedi membayang dari balik sorot matanya, serta dari wajahnya yang selalu tersenyum meskipun dalam situasi tugas untuk berduka. Puisi Boedi disangga dan dijaga oleh istri yang setia dan keluarga yang penuh cinta. Tugas kepenyairan Boedi dikontrol oleh kepahitan sosial di dunia, oleh peradaban manusia yang tak kunjung tak bodoh, oleh politik yang selalu menyetorkan penderitaan, serta oleh sentimen dan sakit jiwa konstelasi kesenian yang tak henti-hentinya membuat Boedi berduka namun tak satu kalipun ia bisa dipengaruhi atau diubah olehnya.

                Kemudian Boedi tiba-tiba menghilang dari kita sesudah menyampaikan perintah Tuhan agar kita berkumpul di sini, serta untuk melalui puisi jangan pernah berhenti mempersambungkan cinta.

*

Boedi Ismanto itu penyair. Justru karena itu ia berkeluarga, bermasyarakat, bahkan sedikit berpolitik demi memenuhi lembar jawaban ujian dari pihak yang mengirim Boedi ke bumi.

                Pernah saya bareng baca puisi dengan seorang penyair besar dan terkemuka Indonesia di Amsterdam Belanda dan Berlin Jerman. Sebelum pentas saya menemukannya berlatih baca sajak luar biasa serius, sementara saya belum pernah mengalami latihan baca puisi sepanjang hidup. Saya bertanya dan ia menjawab, “Nun, yang serius dalam hidup saya adalah puisi dan teater. Kalau yang lain-lain, bekeluarga, bermasyarakat, itu sambilan dan sekedar saja”.

                Boedi Ismanto berbeda pendapat dengan penyair besar itu tentang ‘serius’, tentang pemilahan dan pembidangan. Keluarga Boedi adalah puisinya. Kiprah sosial Boedi adalah puisinya. Tidak ada apapun yang ia alami dan jumpai selama tinggal di bumi, yang bukan puisinya.

*

Boedi Ismanto itu penyair. Sorot matanya menatap saya dan selalu bertanya “Cak, bisa tahan hidup di bumi yang ternyata seperti ini?”, kemudian mempertanyakan “Cak, mana puisimu? Bagaimana mempertahankan makna hidup kalau tanpa puisi?”

                Boedi tahu sebenarnya saya lebih cocok hidup di era Dinosaurus, tapi saya sendiri yang setengahnya memilih hidup di era yang ini, yang mertanggung untuk saya, sehingga kurang nyambung dengan kakak generasi maupun adik generasi. Tak ada kategori untukku, sehingga harus menjadi penyelenggara pengkategorian baru. Tak ada rumah buatku, karena aku sendiri ini rumah. Tak ada ruang untukku, maka aku harus menjelma ruang.

                Dan tibalah malam itu di Taman Budaya Yogya, Boedi menyampaikan amanat, “Kumpul di Kadipiro, segera”.

*

Boedi Ismanto itu penyair, maka ia tidak punya komplek puisi dan sentimen eksistensi kepenyairan.

                Dengan tolol ummat manusia menjalani puisi dengan padatan-padatan persangkaan konstelasi: Jakarta dan daerah, pusat dan pinggiran, aliran Yogya utara dan Yogya selatan, buku resep Islam dan buku resep Kristen, sampai Neoliberalisme sampai ‘Hary Neo’ pecinta yang setia….

                Di malam hari Boedi ngacir menyingkir dari rumah kebodohan, di siang hari ia menjalani tugas untuk setia bercengkerama dengan siapa pun di rumah kebodohan, sambil gemi titi nastiti memetiki puisi-puisi.

                Dan kini 1000 puisinya kita kenyam, biji demi biji.

Ya Allah, 1000 puisi Boedi Ismanto: jangan terlalu lama Engkau mempermalukan aku yang berjalan di bumi dengan membawa hanya 20-30 puisi yang toh ternyata belum bener-bener puisi.

*

Boedi Ismanto itu penyair, dan ia penyair tanpa harus melalui proses pembelajaran puisi di komunitas Malioboro. Bahkan mungkin tanpa Indonesia, tanpa bumi, pun ia penyair. Sebab memang demikian pasal perjanjiannya dengan Ketua Takmir alam semesta.

                Sesungguhnya hatiku iri dan dengki kepada Boedi dengan 1000 puisinya, sebagaimana Boedi sering tak sabar melihat perjalananku. Aku terlalu dekat kepada Umbu, sebagaimana Arjuna terlalu dekat kepada Pendeta Durna. Boedi mungkin adalah Bambang Ekalaya yang berguru hanya kepada patung Durna yang dipahatnya sendiri. Kemudian ternyata ia sakti jauh melebihi Arjuna.

                Kurang ajar Boedi Ismanto menulis sampai 1000 puisi!

                Wahai kehidupan, kenapa kesetiaan lebih tinggi dibanding kehebatan. Kenapa kerajinan lebih diperlukan dibanding kecanggihan. Kenapa kekhusyukan lebih mulia dibanding kebesaran.

                Tapi ya Allah, aku setuju itu. Maka betapa cakrawala si Boedi itu bagiku. Engkau menjelma Boedi, Boedi menjelma puisi, puisi menjelma Engkau.

Kadipiro 3 Mei 2013

Emha Ainun Nadjib

Produk Terkait

SMS: +6281807398541 Telp: +6281807398541 Whatsapp: 6281807398541