Detail Produk
BANGGA AKU JADI RAKYAT INDONESIA
Antologi puisi sosial 51 puisi penyair pilihan
Cetakan Pertama, Februari 2012
ISBN: 978-6028-966-320 9
KATA PENGANTAR:
PRIJONO TJIPTOHERIJANTO
TIM KURATOR/ EDITOR:
Adri Darmadji Woko Dharmadi
Handrawan Nadesul
Kurniawan Junaedhie
DESAIN SAMPUL:
Iksaka Banu
BANGGA AKU JADI RAKYAT INDONESIA
Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Guru lapar masih tertawa
Anak makan tiwul lolos masuk universiti
Petani terus mencangkul meski pak camat ingkar janji
Tak menggerutu setengah hari antre cuma buat obat diare
Tak gusar berdesakan bayar listrik atau beli karcis kereta api
Sabar bikin KTP harus menunggu lurah pulang menjahit safari
Terima nasib punya karcis di bus berjongkok sampai pagi
Berpanas-panas di atap kereta api mereka tak sakit hati
Dicegat polisi belum tentu bersalah tidak berani marah
Merasa bernegara memang harus begini
Karena kelewat mencintai republik ini
Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Kepada delapan puluh persen penduduk yang rajin bangun pagi
Yang tak selalu bisa pergi berobat setiap kali nyeri uluhati
Hidup adalah memikul-mikul kayu bakar bukan buat sarapan nasi
Belum tentu baca koran atau nonton televisi
Tak iri orang kota masuk restoran sebulan gaji pegawai negeri
Tahu ada pejabat mengutil padahal duitnya lebih sepeti
Tak selalu ada makan siang namun tak memilih mencuri
Madep ngalor sugih
Madep ngidul sugih[1]
Yakin kekayaan ada di dasar hati
Kalau mereka hanya diam karena teramat mencintai negeri seelok
ini
Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Melihat dosen bersekolah tinggi tak malu nyambi jadi sopir taxi Profesor tak henti meneliti kendati pensiun tak cukup buat kalau sakit nanti
Guru besar rela naik KRL supaya kredit motor lekas terlunasi
Semua pasrah lowongan SMA diisi sarjana lulusan SMA jadi tukang cuci
Tak bersuara salah siapa demi ingin hidup terus terlakoni Tak bertanya minyak dari bumi buat siapa kalau minyak tanah langka
Tak menggugat katanya gemah ripah tapi beli beras saja susah Kalau mereka hanya termangu karena teramat mencintai bumi pertiwi ini
Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Lebih setengah abad merdeka mereka tak minta hak istimewa Berharap saja kapan anak-anak bisa makan pagi dan pergi sekolah negeri
Duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan sebaya di luar negeri
Doa orangtua tak mampu sekolah tinggi anak bisa menjadi orang berarti
Kalau mereka hanya tepekur karena teramat mencintai negeri sepenuh hati
Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Masih gigih berjalan kendati kehilangan mendapat cukup makan cukup pangan
Tak ada dendam yang berjasa terabaikan yang mengabdi tersingkirkan
Tersaruk-saruk atlet veteran menjual medali buat makan Hujan batu di negeri orang karena emas di negeri sendiri tak memberi pekerjaan
Masih tekun menanti kapan di stasiun tempat bisa hidup pantas akan tiba
Kalau mereka masih tak bertanya tak berkata-kata
Karena teramat mencintai republik sepermai ini
Bangga aku jadi rakyat Indonesia
Masih tersenyum padahal sudah lapar sekali
Masih terdiam padahal sudah perih sekali
Masih menerima padahal sudah pilu sekali
Masih bertahan padahal sudah payah sekali
Belum menangis dari jatuh-bangun berkali-kali
Dibohongi berulang-ulang kali
Mereka kuat karena merasa hidup memang harus begini
Atau barangkali karena niscaya Gusti ora sare. [1]
[1] Gusti ora sare : Tuhan tidak tidur
[1] Madep Ngalor Sugih Madep Ngidul Sugih judul buku Umar Kayam