Detail Produk
SAJAK ULAT BULU
Buku kumpulan puisi Suyadi San
Edisi pertama: Oktober 2020
ISBN 978-623-7430-56-8
"Kalau mau bertemu cara gelitik yang sublim, maka bacalah puisi-puisi Suyadi San dalam antologi Sajak Ulat Bulu. Episentrum gelitik itu ada dalam sepuluh Sajak Ulat Bulu. Bagai para sufi menyindir, sepuluh sajak tentang ulat bulu tidak hanya merekam peristiwa-peristiwa kecil dan remeh-temeh yang dialami 'si bapak lirik', tetapi juga sebagai katarsis atas keruwetan mondial yang dialami manusia. Sajak ulat bulu adalah gelitik dari 'kembaran' setiap kita. Pada titik ini, kita pun ingat pertarungan setiap manusia dengan 'kembaran' dirinya dalam novel Sanu Invinita-Kembar Motinggo Busye." (Gufran A. Ibrahim; Profesor Antropolinguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun)
"Sejumlah puisi yang ditulisnya dalam antologi Ulat Bulu ini memilih corak penulisan humor yang berbalut satire politik. Ia dekat dengan kaum politisi, birokrat, dan juga rakyat yang bersama mereka melewati jalan-jalan keseharian dengan cara yang seiring sejalan: merebut hidup dan memungut peluang pagi dan petang." (Shafwan Hadi Umry; penyair, kritikus, dosen Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah Medan)
"Sajak-sajak Suyadi San terasa jernih mengajukan pertanyaan dalam berbagai sisi-sisi kehidupan dan permasalahannya lalu mengajak kita untuk turut menjawab serta menafsirkannya. Itulah letak kekuatan pada sajak-sajaknya dengan dukungan penuh kemampuan penguasaan perangkat bahasa dan imajinasi yang dimilikinya." (Bambang Widiatmoko; penyair, dosen)
"Membaca puisi-puisi Suyadi San terkadang kita dibuatnya seakan larut dalam untaian katanya. Puisi-puisi itu selalu berkisah dengan narasi puitis yang beralun-dayu dan penuh energi, antara mitis dan religis yang romantis." (Sahril; Kepala Kantor Bahasa Maluku)
"Ulat bulu! Ingatan kita akan binatang itu yang bisa buat badan kita gatal-gatal. Menikmati puisi-puisi Suyadi San dalam buku ini, saya merasa seperti dijalari ulat bulu; gatal seluruh badan. Tetapi tak bisa kupingkiri, ketagihan menikmatinya." (Isbedy Stiawan ZS; penyair, jurnalis Lampung)
"Puisi-puisi Suyadi tersulam dari kepahitan hidup dan kesadaran yang terjahit keheningan. Tentu bukan angin lalu peradaban. Ia ditulis untuk dijadikan pengetahuan." (D. Kemalawati; penyair, pendidik Aceh)