SUATU SORE PADA HUJAN YANG SAMA TURUNNYA

Kategori: Puisi,Sastra | Dilihat: 0 Kali
Harga: -
Tambah ke Wishlist

Pemesanan Juga dapat melalui :

Whatsapp SMS Telp
Kode Produk:

Stok: 1

Berat: 1 Kg

Sejak: 27-10-2022

Detail Produk

SUATU SORE PADA HUJAN YANG SAMA TURUNNYA

Buku puisi IRIANI R TANDY

Cetakan Pertama, Juni 2018

 

 ISBN:  978-602-6447-57-9

IRIANI R TANDY HIDUP SAMPAI CINTA SENJA

Pengantar Eka Budianta

Memanggil embun

dan mawar-mawar gunung

mereguk degup nadi yang bergegas

melipat gelombang

 

Menulis puisi adalah kegiatan spontan dan sesaat. Sebaliknya, menjadi penyair adalah spontanitas yang dipertahankan dengan setia dan berlangsung terus-menerus.  Buku puisi Iriani R. Tandy ini bisa menjadi contoh bagus. Ia membawa spontanitas dan kegiatan sesaat menjadi kesetiaan dan program abadi. Isinya terbentang selama hampir 40 tahun, dimulai sejak 1979.

Mulai dari pernyataan sederhana: “Bercinta dengan diri  / berbincang dengan jam dan tanggalan hari” hingga puisi Cinta Senja, yang mengawali pembahasan ini. Semua spontan dan merupakan monolog yang komunikatif, memberi celah untuk mengintip kehidupan.  Dari kutipan pembuka itu kita menemukan format yang rapih, jelas dan langsung. Tanpa berbelit-belit Iriani menawarkan romantika hidup beserta bermacam aspeknya.

Ada komunikasi yang intim di dalamnya. Ada juga tafsir cinta yang ditawarkan melalui erotisme “degup nadi yang bergegas melipat gelombang”.  Tafsir ini bisa keliru, namun menegaskan bahwa Iriani punya orisinalitas sebagai penyair. Bangunan puisinya khas dan kukuh dengan format tersendiri.  Kata-kata pilihannya rapih, tidak berlebihan.  Dan yang menarik, ia mampu mempertahankan gaya yang tetap dan utuh.  Konsistensi ini memberikan nilai lebih baginya.

Iriani bergerak sejak berusia 19 tahun, hingga 57 tahun pada 2017, ketika buku ini terbit.  Tempat tinggal dan kegiatannya sehari-hari di Jambi membentuknya menjadi juru-bicara tempatan yang sah dan khas. Katanya:  “Kita / pulang pergi seperti seekor lebah / memikul kalut / Saat ombak pulang madu dan racun / diaduk dalam gelas badai.”  - yang lagi-lagi dapat dan boleh dibaca sebagai komunikasi hubungan intim.

Hemat saya, itulah daya tarik karya-karya Iriani yang sesunggguhnya.  Kumpulan puisi ini muncul sebagai testimoni sebuah kehidupan yang teratur dan produktif.  Penulisnya mempunyai kesabaran, kejujuran dan rendah hati yang tikpikal, hanya miliknya.  Ia dapat memberikan potret yang jelas, unik dan enak dipandang sebagai berikut:

Sebatang pohon rindang bertumbuh di pinggir jalan

                        panjang, adalah penabuh rindu mereka yang terbakar

                        matahari

                        seorang ibu tengah menggandengi tangan anaknya

                        membuat jejak jejak, meski tertatih kadang kala

                        meringis menahan luka dihujami kerikil kerikil

                        dan mata duri

                        sehelai selendang bekas gendongan, kan pasti jadi

                        kain tua yang lusuh menunggui museum kalbu

Tidak banyak konteks seputar kehidupan yang dimunculkan.  Kita tidak disuguhi latar politis, sosial, kultural dan sejarah.  Tapi kita ditarik untuk menyelami kehidupan yang jernih dan sehat.  Ada pernyataan sederhana yang mengklaim peranan penyair dan puisinya. Keterangan itu berbunyi: “….cita-cita yang digandrunginya setamat SMA (1977) adalah menjadi seorang dokter / kini kenyataannya, dia menjadi penyembuh  luka bagi jiwa-jiwa melalui bait-bait puisinya.”

Meskipun tidak disebutkan siapa yang menyampaikan analisis itu, kita mendapat informasi bahwa ada niat istimewa, mengapa Iriany menulis puisi.  Ia tidak hanya iseng atau membuang waktu dengan memainkan kata-kata.  Bukan kesenian berbicara atau menulis yang diutamakan, namun peran sosial – tepatnya psikologi sosial sasarannya.  Penyair ini tidak mau membiarkan karyanya lahir dan tumbuh sia-sia tanpa manfaat yang jelas.

Sepantasnya bila ia mendapat penghargaan dari otoritas di provinsinya.  Ia juga diterima kalangan lebih luas untuk berperan secara nasional. Dengan demikian, kumpulan karya lengkapnya ini patut disambut dengan gembira.  Kita akan menemukan nilai-nilai personal dan universal dengan mengunyah karya-karyanya.  Bukan hanya dalam karya-karya baru yang dilahirkannya dengan pengalaman penuh, tapi juga karya-karyanya paling awal, saat ia melukiskan kematian dengan judul “Maut”:

Stasiun penghabisan

yang membatasi perjalanan samar samar

kepada sketsa sketsa yang langgeng

dan nyata

Akhirnya, kita saksikan, sebagai penyair Iriani telah tampil optimal.  Tinggal bagaimana kita memberikan apresiasi dan perhatian yang merupakan kontribusinya yang terbaik.  Kita bersyukur dikaruniai penyair yang bernafas panjang, tekun dan tidak merepotkan. Semoga penerbitan buku ini segera diikuti oleh karya-karya lain yang lebih matang.  Kita sudah mendapat contoh yang orisinal dan cukup memukau.  Tugas selanjutnya adalah membawa karya-karya dan penilaian pada Iriani yang telah menunjukkan niat tulus dan dedikasi mendalam dari satu titik di Sumatera.

Kita akan mendengar dengan suara lebih jernih, dan sukma yang lebih tenang.  Selamat bertugas dan penghagaan.  Iriani telah berjasa menyediakan bacaan yang berkualitas.  Ia  bahkan mengingatkan bahwa puisi dapat memperjelas cita-cita dan berbagi hikmah dengan banyak orang.

Selamat berkarya bagi Iriani R. Tandy.

Semoga karya-karyanya membawa berkah dan tidak mudah dilupakan.  Puisi-puisi yang bagus selalu terlibat dengan kehidupan lebih panjang dan berdampak positif di berbagai aspek kehidupan. Secara umum dan dengan cara yang santun, Iriani mengajak para pembacanya  menyukuri berbagai pengalaman, ,emaknainya dan merayakan kehidupan.  Untuk itulah kita  perlu berterima kasih, sekaligus menyampaikan harapan jangka panjang: Selamat berkarya.

Jakarta, 14 Juli 2017

 

Eka Budianta, sastrawan, budayawan, alumni Iowa Writing Program, Amerika Serikat 1987

Produk Terkait

SMS: +6281807398541 Telp: +6281807398541 Whatsapp: 6281807398541